Skip to main content

Wasiat Untuk Para Pemegang Pusaka

Di luar jendela kehidupan bermekaran. Remaja bunting, daun meranggas, salju turun, darah muncrat dan air mata tumpah. Kehidupan merayakan hidupnya dengan gegap gempita. Lahir-mati, surat cinta yang tak pernah sampai, anak kecil telanjang melompat ke dalam lumpur.

Di pasar, Tuhan membelai lembut ubun-ubun pedagang jujur sementara setan bertransaksi di bawah meja. Bocah kerempeng korengan dengan lapar menahun tengadah, meminta belas kasih, mengharap janji Tuhan.

Di pasar yang ramai, aku tetap saja merasa sepi, mengais-ngais sampah, menggonggong-menyumpah pada setiap wajah yang hilang rupa, mengibaskan ekor untuk membersihkan debu yang menutup nurani.

Sementara kamu  di balik jendela yang buram, masih saja membolak-balik halaman, berharap segala kebijakan hinggap dalam isi kepala yang pengap.  Menolak membenamkan kaki dalam lumpur, menista mereka yang melilitkan tali jala ke leher sebagai manusia udik tak terdidik.

Di hadapan oolong yang mengepul mulutmu berbusa-busa berbicara dialektika, intelektualitas dan masa depan bangsa.

Buka jendela, biarkan angin dingin musim utara masuk dan mengabarkan berita duka tentang anak-anak negeri yang hilang tanahnya, gajah yang rindu hutan dan seekor anjing yang selalu mengawasimu dari balik jendela.

Tutup buku sementara, buka telinga, biarkan dunia bercerita.

Di balik jendela dunia tertawa, bermekaran, sementara kamu malah menarik selimut untuk meneruskan tidur tanpa terjaga-mu yang panjang

Jakarta, 26 Agustus 2019

Comments

Post a Comment